Pensaran Mengapa Warga Palestina Tidak Takut Mati oleh Israel? Simak  Hasil Riset

FOTO/ IFL SCIENCE A A A GAZA

JAKARTA (SURYA24.COM)  - Konflik antara Palestina dan Israel telah menjadi salah satu konflik terpanjang dan paling kompleks di dunia, mencakup beberapa dasawarsa. Permasalahan ini melibatkan sejumlah isu teritorial, historis, dan agama yang mendalam. Dalam artikel ini, kita akan membahas sejarah dan dinamika konflik serta upaya untuk mencapai perdamaian yang berkelanjutan.

Konflik Palestina-Israel memiliki akar masalah yang meruncing hingga sekitar abad ke-20. Setelah Perang Dunia I dan runtuhnya Kesultanan Ottoman, Inggris menduduki wilayah Palestina. Pada tahun 1947, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) merancang rencana pembagian yang menyediakan negara bagi orang Yahudi dan Arab. Namun, rencana ini memicu pertikaian dan perang Arab-Israel 1948, yang menghasilkan pembentukan negara Israel.

Salah satu akar masalah utama adalah klaim teritorial yang tumpang tindih di wilayah Israel dan Palestina. Yerusalem, terutama, memiliki signifikansi agama bagi Yahudi, Kristen, dan Muslim, dan klaim atas kota ini menjadi poin sengketa penting.

Konflik ini menciptakan kelompok orang Palestina yang menjadi pengungsi dan kehilangan rumah mereka selama perang 1948 dan 1967. Upaya untuk menyelesaikan status pengungsi dan menegakkan hak asasi manusia menjadi hal yang rumit. 

Nah berikut mengapa orang Palestina tidak takut mati saat berhadapan dengan Israel? Berikiut hasil riset yang dirilis baru-baru ini.

Hasil Riset

Seperti diketahui konflik Israel-Palestina telah berlangsung selama lebih dari 70 tahun. Selama itu, penduduk Palestina telah mengalami berbagai kekerasan dan kebrutalan dari pihak Israel. Namun, terlepas dari semua itu, penduduk Palestina tidak pernah benar-benar takut akan perang. 

Seperti jurnal yang ditulis dalam Research Gate, ada beberapa penelitian yang mencoba menjelaskan mengapa penduduk Palestina tidak takut akan perang. Salah satu penelitian yang paling terkenal adalah penelitian yang dilakukan oleh psikolog sosial dari Universitas Haifa, Israel, bernama Tamar Saguy. 

Dalam penelitiannya, Saguy menemukan bahwa penduduk Palestina memiliki tingkat resistensi stres yang tinggi. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, termasuk: Kepercayaan akan agama dan budaya: Penduduk Palestina memiliki kepercayaan yang kuat akan agama dan budaya mereka. 

Hal ini memberikan mereka kekuatan dan dukungan untuk menghadapi berbagai kesulitan. Dukungan dari keluarga dan komunitas: 

Penduduk Palestina memiliki hubungan yang kuat dengan keluarga dan komunitas mereka. Hal ini memberikan mereka rasa aman dan perlindungan. Semangat nasionalisme: 

Penduduk Palestina memiliki semangat nasionalisme yang tinggi. Hal ini membuat mereka merasa terikat satu sama lain dan memiliki tujuan bersama. 

Penelitian lain yang mendukung hasil penelitian Saguy adalah penelitian yang dilakukan oleh psikolog sosial dari Universitas Harvard, Amerika Serikat, bernama Steven Stouffer. 

Dalam penelitiannya, dikutip dari sindonews.com menguStouffer menemukan bahwa penduduk Palestina memiliki tingkat harapan yang tinggi. 

Hal ini membuat mereka tetap optimis dan tidak mudah menyerah, bahkan di tengah situasi yang sulit. Selain itu, penelitian lain juga menemukan bahwa penduduk Palestina memiliki tingkat empati yang tinggi. 

Hal ini membuat mereka lebih memahami penderitaan orang lain, termasuk orang Israel. Hal ini juga membuat mereka lebih sulit untuk membenci orang Israel, bahkan di tengah konflik yang terjadi. 

Berdasarkan penelitian-penelitian tersebut, dapat disimpulkan bahwa ada beberapa faktor yang membuat penduduk Palestina tidak takut akan perang. 

Faktor-faktor tersebut membuat penduduk Palestina memiliki ketahanan psikologis yang kuat. Ketahanan psikologis ini memungkinkan mereka untuk menghadapi berbagai kesulitan, termasuk perang.***